Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdo’a dan mengahadiahkan pahala
ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia.
A. PENDAPAT PERTAMA
Hal tersebut tidak diperintahkan agama berdasarkan dalil:
1. Firman Allah surat An-Najm: 38-39:
”Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
2. Surat Yaasiin:54
”Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan”
3. Surat Al Baqaraah 286
”Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”.
Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits:
”Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo’akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya”(HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’I dan Ahmad).
B. PENDAPAT KEDUA
Membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji sampai kepada mayyit, sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur’an tidak sampai.
Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’I dan pendapat Madzhab Malik. Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:
”Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum” (HR An-Nasa’I).
C. PENDAPAT KETIGA
Do’a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit berdasarkan dalil berikut ini:
1. Dalil Alqur’an:
”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo’a :” Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS Al Hasyr: 10)
Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.
2. Dalil Hadits
A. PENDAPAT PERTAMA
Hal tersebut tidak diperintahkan agama berdasarkan dalil:
1. Firman Allah surat An-Najm: 38-39:
”Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
2. Surat Yaasiin:54
”Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan”
3. Surat Al Baqaraah 286
”Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”.
Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits:
”Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo’akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya”(HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’I dan Ahmad).
B. PENDAPAT KEDUA
Membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji sampai kepada mayyit, sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur’an tidak sampai.
Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’I dan pendapat Madzhab Malik. Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:
”Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum” (HR An-Nasa’I).
C. PENDAPAT KETIGA
Do’a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit berdasarkan dalil berikut ini:
1. Dalil Alqur’an:
”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo’a :” Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS Al Hasyr: 10)
Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.
2. Dalil Hadits
a.
dalam hadits banyak disebutkan
do’a tentang shalat jenazah, do’a setelah mayyit dikubur dan do’a ziarah kubur.
Tentang do’a shalat jenazah antara lain, Rasulullah SAW bersabda:
”Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW – setelah selesai shalat jenazah-bersabda:” Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka” (HR Muslim).
Tentang do’a setelah mayyit dikuburkan, Rasulullah SAW bersabda:
Dari Ustman bin ‘Affan ra berkata: ”Adalah Nabi SAW apabila selesai menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda:” mohonkan ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang ditanya” (HR Abu Dawud)
Sedangkan tentang do’a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW:
”bakaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur? Rasul SAW menjawab, “Ucapkan:
salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik mu’min maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya –insya Allah- kami pasti menyusul. (HR Muslim).
”Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW – setelah selesai shalat jenazah-bersabda:” Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka” (HR Muslim).
Tentang do’a setelah mayyit dikuburkan, Rasulullah SAW bersabda:
Dari Ustman bin ‘Affan ra berkata: ”Adalah Nabi SAW apabila selesai menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda:” mohonkan ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang ditanya” (HR Abu Dawud)
Sedangkan tentang do’a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW:
”bakaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur? Rasul SAW menjawab, “Ucapkan:
salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik mu’min maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya –insya Allah- kami pasti menyusul. (HR Muslim).
b.
Dalam Hadits tentang sampainya
pahala shadaqah kepada mayyit
Artinya: Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk bertanya:” Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata:” saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya” (HR Bukhari).
Artinya: Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk bertanya:” Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata:” saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya” (HR Bukhari).
c.
Dalil Hadits Tentang Sampainya
Pahala Saum
Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya”(HR Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya”(HR Bukhari dan Muslim)
d.
Dalil Hadits Tentang Sampainya
Pahala Haji
Artinya:Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya:” Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya ? rasul menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya ? bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar (HR Bukhari)
Artinya:Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya:” Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya ? rasul menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya ? bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar (HR Bukhari)
3. Dalil Ijma’
a.
Para ulama sepakat bahwa do’a
dalam shalat jenazah bermanfaat bagi mayyit.
b.
Bebasnya utang mayyit yang
ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu
Qotadah dimana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak
dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda:
Artinya:” Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya” (HR Ahmad)
Artinya:” Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya” (HR Ahmad)
4. Dalil Qiyas
Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ada halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya.
Islam telah memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Alqur’an dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Alqur’an yang berupa perbuatan dan niat.
Jawaban Terhadap Pendapat Pertama
Firman Allah, surat An-Najm:38-39:
Artinya:” Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orng lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.
Dapat dijawab dengan dua jawaban:
Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ada halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya.
Islam telah memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Alqur’an dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Alqur’an yang berupa perbuatan dan niat.
Jawaban Terhadap Pendapat Pertama
Firman Allah, surat An-Najm:38-39:
Artinya:” Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orng lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.
Dapat dijawab dengan dua jawaban:
1.
Bahwa seseorang dengan usaha
dan hubungan baiknya mendapatkan banyak kawan dan mempunyai keturunan dan kasih
sayang terhadap orang lain. Hal itu mengundang simpatisan orang untuk berdo’a
dan menghadiahkan pahala. Itu adalah hasil usahanya sendiri. Bahkan hubungan
melalui agama merupakan sebab yang paling besar bagi sampainya manfaat orang
Islam kepada saudaranya dikala hidup dan sesudah wafatnya. Bahkan do’a orang
Islam dapat bermanfaat untuk orang Islam lain.
2.
Alqur’an tidak menafikan
seseorang mengambil manfaat dari usaha orang lain, yang dinafikan adalah
memiliki suatu manfaat yang bukan usahanya. Oleh karena itu Allah menerangkan
bahwa manusia tidak memiliki kecuali hasil usahanya sendiri. Adapun usaha orang
lain adalah miliknya jika ia mau, ia bisa memberikannya kepada orang lain dan
jika tidak mau hasil usahanya itu dia miliki sendiri.
Adalah dua ayat muhkamat yang menunjukkan
keadilan Allah SWT. Ayat pertama menjelaskan bahwa Allah SWT tidak menyiksa
seseorang karena kesalahan orang lain. Sedangkan ayat kedua menerangkan bahwa
seseorang tidak mendapatkan kebahagaiaan kecuali dengan usahanya sendiri. Hal
ini akan menghapuskan angan-angannya bahwa dia akan selamat karena amal
orang-tua dan nenek moyangnya yang terdahulu. Allah SWT tidak menyatakan bahwa
dia tidak dapat mengambil manfaat kecuali dari usahanya sendiri.Sedangkan firman Allah surat Al Baqarah 286:
Dan firman Allah surat Yasiin 54: Menerangkan bahwa seseorang tidak akan disiksa lantaran perbuatan orang lain.
Adapun argumentasi mereka dengan hadits:
Adalah argumentasi yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan, karena Rasulullah SAW tidak berkata :putuslah pengambilan manfaatnya, namun Rasul saw. mengatakan: putuslah amalnya. Adapun amal orang lain adalah miliknya jika orang lain tersebut menghadiahkan amalnya untuk dia, maka pahalanya akan sampai kepadanya bukan pahala amalnya, sebagaimana dalam pembebasan utang.
Jawaban Terhadap Jawaban Kedua
Rasulullah SAW menganjurkan puasa untuk menggantikan puasa orang yang telah meninggal padahal ibadah puasa seseorang tidak boleh digantikan orang lain. Begitu juga hadits Jabir ra yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud dan Turmudzi yang menerangkan bahwa ia pernah shalat ‘‘Iedul Adha bersama Rasulullah SAW, setelah selesai shalat beliau diberikan seekor domba lalu beliau menyembelihnya seraya mengucapkan:
Artinya:” Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ya Alla, kurban ini untukku dan untuk umatku yang belum melakukan qurban”.
Dalam hadits ini Rasulullah SAW menghadiahkan pahala qurban untuk umatnya yang tidak mampu berqurban, padahal qurban adalah melalui menumpahkan darah.
Demikian juga ibadah haji merupakan ibadah badaniyah. Harta bukan merupakan rukun dalam haji tetapi sarana. Hal itu karena seorang penduduk Mekah wajib melakukan ibadah haji apabila ia mampu berjalan ke Arafah tanpa disyaratkan harus memiliki harta. Jadi ibadah haji bukan ibadah yang terdiri dari harta dan badan, namun ibadah badan saja.
Kemudian perhatikan juga fardhu kifayah, dimana sebagian orang mewakili sebagian yang lain.
Kemudian persoalan ini, persoalan menghadiahkan pahala, bukan menggantikan pahala, sebagaimana seorang buruh tidak boleh digantikan orang lain, tapi upahnya boleh diberikan kepada orang lain jika ia mau.
Blogger Comment
Facebook Comment