Qisa
menatap kosong pada segerobolan anak – anak yang bermain di halaman rumahnya.
Padahal biasanya Qisa sudah turun dan berbaur dengan anak –anak itu. Akan
tetapi, ini kali dia sama sekali tidak berniat ikut menikmati kehangatan senja
di taman yang indah. Hari ini perasaannya begitu kacau. Bahkan dia kira dunia
akan kiamat. Sementara ia terus larut dalam kegundahannya. Ibunya sejak tadi
menunggu di bawah merasa gelisah. Ibu mana yang tidak merasa gelisah apabila
anaknya yang begitu periang dan juga ramah tiga – tiga pulang dengan muka yang
kusut. Langsung masuk ke kamar dan tidak melirik sebelah mata pun pada makanan
yang sudah dihidangkan di meja makan. Lalu hingga sekarang tidak turun untuk
makan.
Tadinya
Ibu Qisa pikir anaknya sedang diet. Tapi mengapa dengan muka yang kusut ???
setelah menunggu beberapa jam, akhirnya Ibunya tidak bisa menahan rasa herannya
terhadap putri semata wayang.
“
Qisa, ada apa saying? Tolong buka pintunya !!! Ibu ingin Bicara” kata ibu Tari
sambil mengetuk pintu kamar anaknya pelan. Beberapa saat terdengar suara kaki
yang melangkah menuju pintu. Suara kunci diputar dan akhirnya pinyu kamar Qisa
terbuka.
“
Sudah mandi belum ??? Tanpangmu kusut sekali ,” kata bu Tari sambil tersenyum.
Benerapa putrinya akan membalas senyuman manja Qisa. Anak yang masih sangat menunutut
perhatian lebih dari orang tuanya. Tapi jangankan tersenyum menjawabsaja tidak.
“
apa yang ingin buda bicarakan sama kisa?” tanyanya. Lalu membuka pintu kamarnya lebar – lebar untuk
mempersilahkan ibunya masuk.
“
Kenapa saying ??? ada masalah ? ayo ceritakan pada bunda” Kata bu Taru.
“
Iya bun. Qisa lagi ada masalah. Dea bunda. Dia marah sama Qisa dan katanya
nggak mau temenan sam Qisa lagi. Dia bilang Qisa sombong, Dan waktu Qisa minta
maaf, Dea nggak mau maafin Qisa. Tadi Dea sam Qisa bertantem . “ Jelas Qisa.
Air matanya menetes lagi. Dia sangat sedih karena sahabatnya marah kepadanya.
“
Sayang , bukanya masih ada Sinta. Kamu bisa kan temenan sama Sinta. Selain Dea,
Sinta kan juga sahabat kamu. Tapi kamu luga harus terus berusaha meluluhkan
hati Dea agar mau memaafkan kamu. “
Nasehan Bu Tarai.
Bu
Tari sangat cemas anaknya akan terlalu depresi, karena Qisa mengidap penyakit
Leukimia. Sudah lama memang, Tapi pihak keluarga tidak bisa berbuat apa-apa.
Untuk dapat menyembuhkan penyakit ini, harus dilakukan pencangkokan sunsum tulang
belakang. Dan untuk itu biyaya yang diperluakan sangat besar. Dulu , waktu ayah
Qisa masih hidup, semua kebutuhan keluarg
Qisa terpenuhi. Malah mereka bisa
memiliki rumah yang cukup mewah dan beberapa mobil mewah juga. Penyakit Qisa
teridentifikasi baru beberapa minggu setelah kepergian ayahnya. Uang pensiun
ayahnya teentu saja tidaklah besar. Sedangkan ibu Qisa hanya bekerja sebagai
karyawati sebuah pabrik plastic di daerah mereka.
“
Sinta Cuma ngikutin Dea, Bun. Jadi sama saja. Dia Juga ngambek sama Qisa. “
Tampik Qisa.
“
Sayang, kamu beruraha terus, Ya. Suatu saat nanti Dea pasti bisa maafin kamu. “
nasehat bu Tari
“
Tapi Dea bilang Qisa sombong bunda. Apa benar Qisa anak sombong bun? “ kata
Qisa.”Qisa nggak pernah merasa punya sifat sombong, bunda.”
“Sayang,
ada kalanya kita tidak tahu apa yang kita lakukan. Bahkan bisa saja orang lain
lebih tau sifat dan karakter kita dari pada diri kita sendiri. Dan apabila ada
orang yang bilang kalu kita seperti itu, sombong misalnya, mungkin itu benar
tapi jangan marah. Sebaliknya, harusnya kita malah berterimakasih. Dengan
begitu kita lebih bisa membenahi diri. “ nasehat bunda.
Qisa
menyandarka kepalanya ke pudak bu Tari. Menurutnya apa yang telah dikatakan
Ibunya itu memang ada benarnya. Mungkin saja dia memang sombong walaupun
sebenarnya dia tidak bermaksud bersifat seperti itu. Dalam hati dia sudah
bertekat akan terus mengusahakan agar persahabatan yang telah ia jalin dengan
Dea dan Sinta selama ini dapat diperbaiki. Namun dalam melaksanakan tekat itu
ternyata bukanlah hal yang mudah. Tidak semudah berpfikir dan berangan – angan.
Karena keesekan harinya, respon yang diberikan Dea dan Sinta kepadanya tidak
seperti yang diinginkanya.
“De,
kita udah lama sahabatan. Udah hamper setahun. Masak harus berakhir hanya
karena masalah sepele,” kata Qisa.
“Sepele
katamu?! Kamu bisa enak tinggal bilang, it masalah sepele. Karena kamu nggak
pernah merasakan apa yang aku rasakan. Kamu udah enyakiti hati aku. Nyinggung
perasaan aku!” bentak Dea. Sungguhpun Qisa menekankan perasaannya biar bisa
bersabar, tapi kata-kata Dea sudah membuatnya marah. Bisa-bisanya Dea bilang
Qisa udah menyakiti perasaannya. Berapa kali Qisa menyinggung perasaannya? Dan
berapa kali pula Dea menyakit dan menyinggung perasaan Qisa? Qisa tak pernah
marah. Dia pikir Dea pasti nggak sengaja.
“Kamu-kamu
egois banget, De! Kamu Cuma memikirkan perasaan dan diri kamu sendiri. Kamu pikir
kamu itu orang suci yang nggak pernah melakukan kesalahan apa? Apa kamu pikir
kamu nggak pernah menyakiti perasaan aku?” balas Qisa. Setelah itu dia berlari
dari hadapan Dea. Berlari masuk ke dalam kelas dan berusaha tidak menangis
disana.
Sejak
saat itu, sudah dapat dipastikan persahabatannya dengan Dea dan Sinta tak akan
bisa diperbaiki. Walaupun begitu, Qisa masih terus meminta maaf kepada Dea
melalui surat, sms, atau telephone tapi tak ada hasilnya.
Sudah
lebih dari sebulan, sejak pembicaraan itu. Tanda-tanda akan bersatu pada
persahabatan ketiganya. Selama itu pula Qisa terus depresi, sudah dua kali dia
ditemukan di kamar mandi oleh ibunya dalam keadaan pingsan dan mimisan. Bu Tari
semakin gelisah. Itu berarti penyakit anaknya semakin parah. Qisa harus segera
dirawat di rumah sakit dan harus cepat mendapat donor sumsum tulang belakang
yang cocok. Gawatnya sumsum tulang
belakang ibunya tidak cocok, padahal Qisa tidak punya saudara. Satu-satunya
harapan adalah mencari donor dari orang lain. Dan itu bukanlah hal yang dapat
dilakukan dalam waktu singkat. Padahal leukemia yang diderita Qisa sudah pada
stadium akhir.
Kondisi
Qisa makin hari makin menurun. Makin sering tidak masuk sekolah. Akan tetapi
Dea tidak peduli. Pada saat Qisa dirawat di rumah sakit, dia masih sempat
menulis surat pada sehelai kertas yang dititipkannya kepada seorang teman yang
menjenguknya agar disampaikan pada Dea. Qisa berpesan agar surat ini diberikan
pada saat ulang tahun Dea yang akan datang tiga hari lagi.
Qisa
berusaha tidak memikirkan bahwa Dea dan Sinta sama sekali tidak membesuknya
selama dia dirawat. Tak bisa. Tetapi tidak ada yang tahu apa yang
difikirkannya, karenya keadaannya sekarang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda
koma. Mulai tak bisa merasakan kedatangan orang-orang menjenguknya. Mulai tidak
bisa diajak bicara. Untuk sembuh sama besarnya dengan harapan sebutir telur
yang ada di ujung tanduk untuk tidak pecah.
Rumah
Qisa penuh dengan orang-orang yang berpakaian serba hitan dan rangkaian bunga.
Tapi yang terdengar hnaya suara isakan dan alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Di
tengah ruangan rumah terbaring tak bergerak dan tak berdaya tubuh Qisa yang
ditutupi dengan kain. Ya, Qisa telah menghadap Tuhan, Allah SWT.
Di
ambang pintu, penuh penyesalan dan rasa bersalah berdiri seorang gadis seusia
Qisa yang perbah menjadi sahabat dalam suka dan duka. Dea menggenggam sepucuk
surat dari Qisa, surat terakhir.
Blogger Comment
Facebook Comment